Jumat, 19 Mei 2017

Membantu Anak Mengatasi Perasaannya

Membantu Anak Mengatasi Perasaannya

Saya biasa memberikan jawaban sebaik mungkin saat anak-anak mengeluhkan suatu permasalahn, biasanya dengan mencoba menawarkan solusi.

Misalnya pada situasi berikut:
Fatih (saya perkirakan usianya saat itu masih menjelang 3 tahun) sedih dan marah karena sari kedelai yang dijual di pedsagang sayur yang tinggal satu, dibeli oleh saskia. Di sela isak tangisnya, saya mencoba menghiburnya dengan membuatkan sendiri sari kedelai yang banyak untuknya. Fatih menolak.
Dalam situasi lain, saat Fatih sangat menginginkan untuk meminjam HP ayahnya yang sedang digunakan untuk bekerja, saya mencoba menawarkan HP saya. Fatih pun menolak, dan tetap bersikeras.
Saya tahu bahwa dia ingin makan es krim atau susu, tapi pada kondisi tertentu, karena alergi yang dimilikinya, saya melarang. Tentu dia rewel.

Suatu hal yang lumrah, anak-anak berusaha menceritakan kegalauan hatinya pada situasi:
1. Sangat marah karena berebut mainan
2. Sangat marah dengan seseorang
3. Merasa benar atas segala sesuatu
4. Sangat menginginkan sesuatu
5. Ingin mengendalikan sesuatu
6. Bersedih karena suatu hal
7. Dll,

Sebagai seorang ibu yang menyayangu anak, saya rasa pun bukan hanya saya yang mencoba membantu mereka dengan menawarkan solusi atas permasalah mereka tersebut.

Belakangan, saya mengetahui bahwa berkomunikasi dengan anak ternyata memerlukan keahlian khusus. Dan ternyata anak-anak lebih cerdas dari yang kita sangka, bahwa mereka bisa menemukan solusi atas permasalah mereka.

Masalah anak-anak memang bisa jadi sesuatu yang sederhana bagi kita, tapi bagi mereka bisa jadi sangat serius.

Sebaiknya kita tidak menyepelekan hal ini, salah-salah malah anak-anak menganggap kita adalah orang tua yang menyebalkan.

Maka berikut adalah beberapa keahlian yang perlu kita latih untuk membantu anak mengatasi perasaan mereka:
1. Tunjukkan perhatian penuh
2. Berikan respon singkat seperti, "Oh..." atau "Hmm..."
3. Beri nama perasaan itu
4. Berikan keinginan anak dalam imajinasinya

Saat mencoba keahlian ini, ingat bahwa tujuan kita adalah tidak berusaha untuk mengendalikan anak-anak atau memanipulasi perilaku anak-anak, tapi tujuan kita adalah untuk mencoba menghargai anak-anak sebagai manusia muda yang juga memiliki otak yang berproses.
Pada anak balita, menguasai keahlian ini insyaAllah bisa meminimalisir tatrum pada balita.

Situasi yang saya ceritakan di atas, tidak hanya terjadi sekali atau dua kali, namun berkali-kali. Bahkan hingga sekarang pun saat usianya sudah mencapai 3,5 tahun, situasi tersebut masih sering terulang. Hanya saja, setelah mencoba keahlian tersebut, maka yang terjadi pun berbeda.

Saat Fatih menginginkan HP ayah, sementara HP ayah sedang dipakai untuk bekerja. Saya mencoba memberikan perhatian penuh dengan menghentikan aktivitas lalu mendekatinya dan memposisikan diri sejajar dengan Fatih.
Fatih :(menangis sambil berteriak tidak jelas) Fatih mau pinjam HP ayah, Ndaaa... hua hua huaa...
Bunda : iya, Bunda mengerti Fatih pengen pinjam HP ayah, tapi tidak boleh karena masih dipakai kerja. Jadinya Mas Fatih sedih dan marah... (pada beberapa anak, respon singkat seperti "oh...", "hmm..." dan "iya... " cukup membuat anak mengerti, bahwa yang mendengar sudah menerima apa yang dimaksudkan, tapi untuk Fatih, menurut kebiasaan dia akan terus mengulangi apa yang dia keluhkan hingga saya mengulangi kalimatnya untuk membuatnya mengeri bahwa saya menangkap maksudnya)
Fatih : huaa... hua... hua... ayah nggak boleh kerja, Nda...
Bunda : iya,bunda mengerti, Mas Fatih pengen pinjam HP ayah tapi nggak boleh, jadinya Mas Fatih marah dan sedih (saya memberi nama perasaannya: marah dan sedih)
Fatih : hua ... hua... hua...
Bunda : (diam mendengarkan)
Fatih : (Beberapa saat kemudian, isaknya sudah mulai jarang, lalu mulai berkata) Ayah mana, Nda? Fatih mau ikut ayah saja ahh... (sudah menemukan solusi)
Di lain kesempatan, saat Fatih merengek hendak pinjam HP ayahnya lagi, di akhir dialog dia bertanya, "Kalau HP bunda dimana?"
D lain kesempatan, bahkan dia mencoba memberikan hal (mainan) yang menurutnya bisa membuat ayahnya tertarik sehingga meletakkan HPnya dan memilih mainan #hahaha

Saat Fatih sedang ingin makan es krim, tapi kondisi fisiknya tidak memungkinkan karena kurang sehat, diare atau flu
Fatih : Fatih mau es krim Nda,
Bunda : Hmm... enak ya kalau bisa makan es krim (saya mencoba memberikan apa yang dia inginkan dalam imajinasinya)
Fatih : Sedaaappp...
Bunda : Tapi mas Fatih kan masih batuk... (sebagai pengganti dari perkataan "Tidak boleh, kamu kan batuk")
Fatih : (diam)
Bunda : (diam)
Fatih : nanti kalau sudah nggak batuk boleh makan es krim ya Nda... (sambil tersenyum. Fatih sudah menemukan solusinya...)
Bunda : boleh boleh boleh... (menjawab dengan riang)

Suatu ketika saya sedang terburu2 hendak membeli sayuran. Saya sengaja tidak mengajak Fatih yang saat itu sedang melihat TV. Saya menyelinap dari belakang dan mencari jalan lain yang memungkinkan Fatih tidak melihat saya keluar. Karena jika Fatih tau saya belanja tanpa mengajaknya dia pasti akan marah. Sepulangnya, saya menemukan Fatih sudah menangis di depan rumah. Wahh, ini... jika biasanya saya sedikit terpancing emosi dan mengalihakan dengan hal lain sehingga membuat Fatih jadi tatrum, maka saat itu saya memilih untuk tenang, meletakkan sayur ke kulkas dulu lalu mendatangi Fatih.
Fatih : sayurnya dibuang ajaaa... hua hua huaa...
Bunda : Mas Fatih marah karena nggak diajak sama Bunda beli sayuran
Fatih : huaaa huaaa huaaaaa sayurnya dibuang aja (tambah kenceng)
Bunda : iya, bunda ngerti, Mas Fatih marah, jadi pengen sayurnya dibuang aja...
Fatih : [mulai surut volume tangisannya]
Bunda : Bunda ngerti mas Fatih pengen ikut Bunda ke Cak Awi, Mas Fatih pengen beli jajan, tapi Bunda nggak ajak Mas Fatih... jadi Mas Fatih marah...
Fatih : (diam, lalu tampak memperhatikan hal lain)
Bunda : Mas Fatih tadi lagi lihat apa? Yuk kita lihat sama-sama ...
Fatih : ayuukkk.... (sudah ceria lagi)

Saat anak curhat, pun respon saya juga jadi lain. Jika biasanya saya merespon dengan pertanyaan atau solusi. Kini saya hanya merespon dengan mengulangi ceritanya, dan ceritanya akan mengalir alami.

Pada anak lain mungkin tidak suka dengan pengulangan ini, yang terdengar seperti burung beo. Sehingga pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari bisa bervariasi, tergantung pada karakter ibu dan anak.

Berbicara Agar Anak Mau Mendengar dan Mendengar Agar Anak Mau Berbicara. Adele Faber dan Elanie Mazlish. Lentera Pustaka.2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar