Minggu, 30 Oktober 2016

Tazkiyatun Nafs dalam Pengasuhan Anak

Ingatan saya tentang bagaimana "model marah" orang tua saya pada masa kecil saya sedikit. Ibu saya meninggal saat saya naik ke kelas 5 SD, usia saya saat itu sekitar 11 tahun, saya pun jarang ikut ibu saya. Saya lebih sering bersama ayah saya. Karena sebelum meninggal ibu sudah sering menjalani terapi pengobatan. Dan sepanjang ingatan saya, beliau tidak pernah memarahi saya.

Ayah saya... seingat saya ayah saya jarang memarahi saya, tapi beliau pernah menjewer saya sekali, pernah menyiram saya sekali.

Bagaimana model marah saya pada anak-anak?
Dulu sebelum saya mengetahui ilmu parenting, saat marah saya nyaris kejam terhadap anak-anak. Tangan dan mulut bersahutan. Model marah ini entah karena terinspirasi lingkungan, entah karena model pengasuhan orang tua, atau entah karena saya sendiri... astaghfirullah...

Iseng-iseng saya tanya kakak saya, bagaimana model marah ayah dan ibu. Ternyata kata kakak saya, mereka pun pernah mengomel, mencubit juga memukul.

Pelan saya menggumam, oh... pantas...
Baiklah saya tidak bermaksud menyalahkan, saya memahami betul perjuangan berat yang dilakukan oleh ayah dan ibu kami dalam membesarkan dan mendidik kami semua. Saya pun pernah merasakan (yang saya mengerti kalau namanya) HS maupun HE yang dijalankan oleh orang tua saya terutama terkait ilmu agama. Hanya saja ternyata perasaan yang terlibat dalam suatu peristiwa tertanam kuat dalam benak seorang anak dan terus berkesan hingga dewasa. Tentang marahnya orang tua, tentu akan kita pahami sendiri setelah kita menjadi orang tua.

Kini sebagai individu dewasa yang dikaruniai akal yang sempurna, kita sudah bertanggung jawab dengan keputusan kita. Maka kemarahan kita pun kelak akan diminta pertanggungjawaban sendiri.

Dari grup HEbAT yang saya ikuti, saya mendapat pencerahan tentang penyucian jiwa, atau Tazkiyatun Nafs dalam mengasuh anak.

Berikut saya mengutip langsung penjelasan Ust. Harry Santosa:

Tazkiyatun Nafs adalah bahasa alQuran untuk mentherapy secara alamiah dan fitriyah apa apa yang menyebabkan kita berperilaku buruk. Tiada cara yang baik dan mengakar kecuali memperbaiki jiwa sebelum memperbaiki fikiran dan amal.

Belum pernah ada surat di dalam alQuran dimana Allah bersumpah begitu banyak, sampai 11 kali, kecuali untuk pensucian jiwa "sungguh beruntung mereka yang mensucikan jiwanya" (surat asSyams).

Warisan pengasuhan masa lalu dalam dunia psikolog sering disebut Inner Child, kadang sehebat apapun ilmu parenting atau psikologi yang kita pahami, tetap saja di tataran praktis yang kita pakai adalah apa yang pernah kita alami ketika kecil. Misalnya, kita tahu membentak dan menjewer itu buruk, namun ketika kekesalan memuncak maka hilang semua pemahaman, yang ada lagi lagi membentak dan menjewer.
Ada terapinya untuk ini, namun sebaiknya kita menggunakan jalur alamiah dan syar'i yaitu Tazkiyatunnafs, atau pensucian jiwa.
Ini perlu waktu, perlu momen, perlu keberanian utk keluar dari zona nyaman dan instan.
AlQuran juga mengingatkan bahwa sebelum ta'lim maka penting untuk tazkiyah lebih dulu. Dalam prakteknya paralel saja, karena begitu kita berniat sungguh2 mendidk anak sesuai fitrahnya maka sesungguhnya kita sedang tanpa sadar mengembalikan fitrah kita atau sedang tazkiyatunnafs

Dalam buku tarbiyah Ruhiyah, pensucian jiwa itu bisa dilakukan dengan 5 M

1. Mu'ahadah -mengingat ingat kembali perjanjian kita kepada Allah. Baik syahadah, maksud penciptaan, misi pernikahan, doa doa ketika ingin dikaruniai anak, menyadari potensi2 fitrah dstnya

2. Muroqobah - mendekat kepada Allah agar diberikan qoulan sadida, yaitu ucapan dan tutur yang indah berkesan mendalam, idea dan gagasan yang bernas dalam mendidik, sikap dan tindakan yang pantas diteladani.  Allahlah pada hakekatnya Murobby anak anak kita, karena Allahlah yang memahami fitrah anak anak kita. Maka kedekatan dengan Allah adalah agar hikmah hikmah mendidik langsung diberikan Allah untuk anak anak kita melalui diri kita.

3. Muhasabah - mengevaluasi terus menerus agar semakin sempurna dan sejalan dengan fitrah dan kitabullah, bukan obsesi nafsu dan orientasi materialisme

4. Mu'aqobah - menghukum diri jika tidak konsisten dengan hukuman yang membuat semakin bersemangat dan semakin konsisten untuk tidak melalaikan amanah

5. Mujahadah - sungguh sungguh menempuh jalan sukses (fitrah) dengan konsisten, membuat perencanaan dan ukuran2 nya

Nah, langkah tadi sebaiknya benar-benar dipraktikkan ya. Tentu diawali dengan niat bersungguh-sungguh.
Bismillah...

Sumber bacaan:
Ust. Harry Santosa dalam diskusi santai Bekasi Raya HEbAT 26 Okt. 2016

Sumber gambar:
http://almanar.co.id/wp-content/uploads/2013/12/Mengapa-Kita-Harus-Mensucikan-Jiwa-Tazkiyatun-Nafs-300x184.jpg

Selasa, 18 Oktober 2016

MERACIK TEPUNG BUMBU

Suami saya penyuka menu-menu yang bertepung bumbu seperti ayam crispy, usus crispy, wader crispy, jamur crispy, kembang kol dan terong goreng tepung, bahkan telur dadar dan dadar jagung juga menggunakan tepung bumbu.

Tingginya konsumsi tepung bumbu, maka saya mencoba untuk meracik sendiri tepung bumbu yang insyaAllah lebih minim zat aditif dan ramah kantong belanja. Rasanya pun tidak kalah enak.

Biasanya saya meracik untuk keperluan sebulan. Sehingga saat dibutuhkan hanya tinggal ambil sesuai kebutuhan.

Selain menu goreng-gorengan, saya juga biasa menggunakan tepung racikan ini untuk membuat cilok dengan tambahan tepung kanji 1:1.

Berikut resepnya:

1 kg terigu protein rendah atau protein sedang
3 sdm tepung maizena
2 sch kaldu bubuk rasa sapi
2 sdt garam halus
1 sdt merica bubuk

Cara membuat:
Aduk rata semua bahan.
Simpan dalan wadah tertutup rapat.
Tepung bumbu racikan siap digunakan sesuai kebutuhan.
Selamat mencoba :)

Selasa, 11 Oktober 2016

Saat Bu Karmi Sakit

Sudah tiga hari Bu Karmi, pembantu di rumah kami, tidak masuk kerja. Hipertensinya kambuh. Orang yang biasa menggantikan Bu Karmi juga sedang sakit. Dia masih dalam proses penyembuhan dari DBD.

Jadilah saya ibu rumah tangga yang sebenarnya: mengurus sendiri segala kebutuhan rumah tangga. Butuh waktu, tenaga dan pikiran untuk menjalankan itu semua. Ditambah lagi ada dua batita dan ayah Fatih yang sedang naik asam lambung dan kambuh vertigo nya. Masya Allah... perjuangan betul.

Tengah malam saya mencuci baju dan aktivitas dapur untuk cuci piring dan persiapan menu keesokan harinya sehingga pagi sudah tinggal jemur dan memasak. Siang saya bisa bermain bersama anak-anak. Namun tidak bisa full dengan anak-anak juga, karena ada saja pekerjaan yang dikerjakan.

Melihat Bunda sibuk, Fatih juga jadi rewel. Hahaha...
Pokoknya super dehh....!

AYAT-AYAT CINTA 2

Hingga saat ini saya belum pernah membaca novel tebal secara detail kalau bukan karya Habiburrahman atau Andrea Hirata. Kedua penulis itu, meskipun berbeda genre, memiliki daya pikat sendiri pada karyanya. Paragraf-paragrafnya mengandung unsur yang menurut saya sarat ilmu atau mengandung unsur emosi dan sayang sekali jika dilewatkan.

Kali ini saya akan membahas Ayat-ayat Cinta 2. Memang bukan buku baru terbit atau baru beli. Buku ini sudah lama nongkronh dirumah, hanya saja saya biarkan suami baca dulu, kalau sudah baru saya yang baca...

Dan... jempol empat ya...

Saya menikmati tidak hanya alur cerita yang unik, namun tiap paragraf dalam novel ini mengandung ilmu pengetahuan tentang Islam yang saya baru tahu, sehingga meskipun suami saya yang lebih dulu membacanya tidak sabar menceritakan alurnya pada saya, itu tidak mengurangi semangat saya untuk membaca paragraf per paragrafnya.

Kalau novel Ayat-Ayat Cinta 1 saya selesaikan dalam sekali duduk, mulai pukul 2 siang hingga 2 malam, istirahat sholat makan saja, karena waktu itu masih single, belum punya kesibukan lain, dan buku harus segera dikembalikan, maka novel yang kedua ini saya membacanya selama 3 hari di sela menemani anak-anak bermain dan saat mereka tidur pada malam hari.

Pada saat membaca novel yang pertama saya masih single, namun pada novel kedua saya sudah menikah. Maka penghayatannya pun menjadi berbeda. Kalau dulu hanya membayangkan, maka sekarang emosinya lebih merasuk.

Tentang alur, singkat saja, intinya dikisahkan Aisha hilang di Palestina, Fahri menikah lagi dengan sepupu Aisha, bernama Hulya.
Karena kejadian, Hulya meninggal dan dia berwasiat sebelum meninggal agar wajahnya ditransplantasikan pada pembantu mereka yang ternyata adalah Aisha. Koq bisa yaa? Makanya baca novelnya dongg!!!

Adapun nama- nama yang berperan dalam novel tersebut adalah Fahri, Paman Hulusi, Brenda, Ny. Catrina, Ny. Janet, Keira, Jason, Misbah, Sabina, Madam Verinka, Hulya, Baruch, Ozan, Claire, prof.charlote, Ju se, Heba, Shaikh Utsman, Suzane, dan tentu saja ada Aisha.

Pesan yang disampaikan melalui kedermawanan Fahri adalah dia sebagai umat Muslim di Edinburgh adalah umat minoritas yang pasti menjadi sorotan jika ada hal kecil saja. Maka jihadnya di jalan Allah diwujudkan dengan kepeduliannya kepada tetangganya meskipun mereka Non Islam, bahkan ada yang terang-terangan memusuhi Islam. Fahri tetap membantu. Bahkan saat harus mengeluarkan uang banyak dan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya sebagai dosen. Dia tidak muluk muluk, hanya ingin menunjukkan bahwa ajaran Islam itu mulia. Rahmatan lil 'alamin.

Secara emosi... tidak mengecewakan, perasaan saya seperti diaduk-aduk, diremas-remas hingga perut terasa tegang. Masya Allah... hanya endingnya yang kalau ibarat senam, cooling downya kurang smooth... eh, tau-tau udah selesai aja... padahal masih dag dig dug hehehe....

sukses untuk author, nunggu karya berikutnya yaa...