Menjalin Kerja Sama dengan Anak
Sebagai Ratu Rumah Tangga, kita tentu memiliki aturan-aturan tertentu yang ingin anak-anak mematuhinya. Seperti yang saya alami, saya ingin: anak-anak makan dan minum sendiri dengan rapi atau membersihkan yang tumpah, mengusap ingus, bab dan bak di kamar mandi, memakai baju dalam, jangan membawa makanan ke tempat tidur, jangan membuang2 air kran, tidak berteriak-teriak, atau jangan menumpahkan sabun cair ke bak mandi, dll
Untuk mewujudkan semua itu, kita perlu mengkomunikasikan dengan anggota keluarga kita. Tapi tanpa kita sadari, karena perasaan kita yang sudah terpancing emosi, kita seringkali melakukan kesalahan dalam mengkomunikasikan hal-hal tersebut dengan anak-anak.
1. Menyalahkan/Menuduh
"Ini siapa sih yang keluar ruang malan nggak nutup pintu? Pasti mas Fatih ya... lihat itu ikannya hilang pasti sudah diambil kucing"
2. Mengata-ngatai
"Masa sih habis pipis nggak mau cawik (bersuci). Jijik mas... "
"Masa sih ingus nggak mau dibersihkan. Hih. Jorok banget sihh "
3. Mengancam
"Awas ya, kalau air minumnya sampai tumpah lagi, Bunda suruh ngepel sendiri nanti kamu!"
4. Perintah
"Ayo Mas... cepetan mandinya...! Bunda buru-buru nihh "
"Lihat kacangnya tumpah. Ayo ambil!
5. Menceramahi
"Bunda sudah bilang berkali-kali, kalau pipis itu ke kamar mandi, celananya dicopot dulu. Pipisnya sambil jongkok, terus disiram... biar nggak pesing... ! Terus cawik, biar najisnya hilang...! Ngerti??!!"
6. Memperingatkan
"Awas jangan main pisau, nanti tangamu putus!"
"Jangan panjat jendela, jatuh kamu nant!"
7. Sok Berkorban
"Bunda capek banget! Semuanya gara-gara Mas Fatih hari ini main-main terus bikin rumah berantakan, bunda harus bersihkan semuanya!"
"Gara-gara gendong mas Fatih sekarang tangan bunda sakit sekali"
8. Membandingkan
"Mas Fatih bangun tidur mesti nangis. Lihat adik aja, bangun tidur nggak nangis!"
9. Sarkasme
"Ya ampun... masa air minum diludahin sih? Ayo lanjutkan. Habis itu kamu minum ya. Apa kamu mau minum air yang sudah diludahin?"
"Kamu ini kok selalu pukul-pukul adik? Mau bunda pukul juga? Biar tau rasanya dipukul"
10. Ramalan
Kalau kamu lihat TV terus, main HP terus, nanti kamu nggak bisa bikin pesawat"
Contoh-contoh tersebut adalah yang pernah kami alami di rumah. Hehee kalau dituliskan ternyata kasar sekali yaa....
Nah, ada beberapa poin yang mungkin terdengar lumrah, namun ternyata itu keliru. Coba posisikan diri kita di posisi anak yang mendapat pernyataan seperti itu. Bagaimana perasaan kita? Jangankan anak-anak, kita saja sebagai orang dewasa pasti tidak suka dengan pernyataan itu. Kita tentu tidak ingin anak-anak kita tumbuh dengan perasaan membenci kita bukan?
Maka berikut adalah beberapa hal yang bisa kita lakukan agar anak-anak bisa bekerjasama dengan kita.
1. Jabarkan. Jabarkan apa yang dilihat, atau jabarkan masalahnya.
2. Berikan informasi.
3. Ucapkan kata kunci.
4. Ungakapkan yang Anda rasakan. Anak perlu tahu perasaan kita.
5. Sampaikan pesan dalam tulisan.
Maka percakapan yang saya alami bersama Fatih (3y) menjadi seperti berikut
"Kalau sudah selesai, handuknya digantung di sana ya"
"Kalau sudah penuh, matikan airnya yaa"
"Waduh, kacangnya tumpah. Ayuk, kita ambil satu-satu"
"Waduh, airnya tumpah. Ayuk ambil kain pel"
"Handuk basah kalau diletakkan di atas kasur, nanti kasurnya jadi basah juga"
"Buang-buang air itu mubadzir..."
"Airnya penuh, Le"
"Bunda malu kalau Bunda sedang tidur, pintu kamar dibuka"
"Bunda nggak suka kalau ada yang bermain-main kayu di dalam rumah, apalagi sampai kena bunda atau ngerusak-ngerusak...
"Air minum yang sudah diludahi itu banyak kumannya"
"Bunda sedang buru-buru. Kalau mas Fatih masih mau main, Bunda tunggu 5 menit lagi ya... "
"Main air boleh, asal tidak di buang-buang"
"Marah boleh, tapi tidak boleh pukul"
Di rumah, saya memiliki tmpat sholat khusus yang "bebas ompol". Siapapun yang masuk, harus menyucikan diri mereka, tanpa kecuali anak-anak. Tapi hingga mulut ini berbusa-busa, sepertinya penjelasan masih belum bisa membuatnya mematuhi aturan. Maka saya membuat tulisan yang saya tempel di pintu depan setinggi kepala Fatih: "cuci kaki dulu ya... "
Memang Fatih belum bisa membaca, hingga suatu ketika saat dia hendak memasuki tempat sholat, saya menghentikan langkahnya.
Bunda : Stop!
Fatih : (berhenti melangkah)
Bunda : sebentar Mas. Lihat ini! (Menunjuk tulisan) "CUCI KAKI DULU" Mas Fatih kalau masuk tempat sholat harus cuci kaki dulu ya...
Fatih : jadi karena ada tulisan ini Fatih cuci kaki dulu ya Nda?
Bunda : iya (saya kira Fatih akan melepas tulisan itu, lalu masuk tanpa cuci kaki)
Fatih : (melangkah ke kamar mandi untuk cuci kaki)
Saya tidak menyangka bahwa dia ternyata berusaha mematuhi aturan tersebut. Saat dia malas cuci kaki, bahkan dia hanya menunggu dan bermain di luar, atau meminta saya untuk mencucikan kakinya.
Saya tidak menjanjikan cara ini pasti berhasil, karena tujuan kita sebenarnya bukan untuk mengatur atau mengendalikan anak, tapi untuk memperlakukan anak-anak secara lebih manusiawi dan untuk memunculkan inisiatif mereka.
Faktor lain yang berpengaruh dalam menjalin kerja sama dengan anak adalah mood mereka. Saat mood mereka baik, tentu lebih mudah untuk menjalin kerjasama dibanding saat mereka sedang bad mood.
Berbicara Agar Anak Mau Mendengar dan Mendengar Agar Anak Mau Berbicara. Adele Faber dan Elanie Mazlish. Lentera Pustaka.2002.